Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Wudlu


Wudlu secara bahasa adalah membersihkan dari kotoran. Sedangkan menurut syara' adalah menggunakan air untuk membasuh atau mengusap pada anggota badan tertentu yang diawali dengan niat

Hukum dan Dalil
Hukum asal melakukan wudlu ialah wajib, karena wudlu termasuk syarat sah dari shalat. Sebagaimana telah diterangkan dalam bab thaharah, bahwa sesuatu yang menjadi penyempurna perkara wajib juga dihukumi wajib. Dalil tentang syari’at wudlu ialah firman Allah 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
(المائدة : 6)
"Wahai orang-orang yang beriman ketika kalian semua hendak melaksanakan shalat maka basuhlah muka dan tangan kamu serta kedua sikunya dan usaplah sebagian kepala dan kaki kalian serta kedua mata kaki." (Q.S. Al-Mâidah : 6)
Fardlu Wudlu
Fardlu wudlu ada 6, yaitu:
1. Niat. Nabi Muhamad  bersabda :
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ .(رواه الشيخان)
"Sesunggungnya keabsahan suatu berbuatan itu tergantung pada Niatnya.” (H.R. Al-Bukhâry & Muslim)
Dalam berwudlu seseorang bisa berniat untuk menghilangkan hadats atau niat supaya di perbolehkan melakukan aktivitas ibadah atau hanya berniat untuk melakukan wudlu saja. Namun bagi seseorang yang selalu berhadats, seperti wanita mustahâdlah tidak cukup melakukan niat wudlu untuk menghilangkan hadats, melainkan niat wudlunya ialah supaya diperbolehkan melakukan aktivitas ibadah. Adapun waktu pelaksanaan niat, dimulai ketika membasuh wajah.
2. Membasuh muka
Batasan wajah secara vertikal ialah dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai janggut dan secara horizontal ialah dari ujung telinga kanan sampai
ujung telinga kiri. Di dalam al -Qur’ân dan Hadis tidak ada keterangan secara jelas tentang batasan muka. Batasan muka yang wajib dibasuh ketika wudlu diambil dari ‘urf (tradisi masyarakat), yaitu ketika seseorang hendak bertatap muka, maka yang tampak oleh orang yang berhadapan adalah batasan muka sebagaimana yang telah disebutkan.
Namun yang perlu di perhatikan dalam membasuh muka adalah bahwa pembasuhan muka tidak hanya wajib pada bagian muka, namun harus mengikutkan bagian sekeliling muka. Hal ini dilakukan untuk menyempurnakan kewajiban pembasuhan muka, sesuai kaidah fiqh :
مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
"Sesuatu yang menjadi penyempurna perkara wajib juga dihukumi wajib.”.
Juga wajib membasuh rambut dan jari-jari yang tumbuh di batas muka. Hal ini juga berlaku pada pembasukan tangan dan kaki.
3. Membasuh kedua tangan beserta kedua siku
Hal ini berdasarkan redaksi ayat “ إِلَى الْمَرَافِقِ “. Namun lafadh “ إِلَى “ dalam ayat tersebut bermakna ” مَعَ “ (berserta), sehingga pembasuhan tangan juga harus mengikutkan siku-siku. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam Hadis :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُدِيْرُ الْمَاءَ عَلَى الْمَرَافِقِ .(رواه الدارقطني والبيهقي)
" Dari Jabir, Ia berkata : Saya melihat Nabi  memutarkan (membasuhkan) air ke atas sikunya.” (H.R. Ad-Dâraquthny & al-Baihaqy)
Dalam pembasuhan tangan ini juga harus mengikutkan bagian lengan supaya pembasuhan dapat sempurna.
4. Mengusap sebagian kepala
Disamping berdasarkan pada ayat di atas, kewajiban mengusap sebagian kepala juga berdasarkan Hadîts Nabi  :
عَنِ الْمُغِيرَةِ أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ .(رواه مسلم)
"Dari Mughîroh, sesungguhnya Nabi  berwudlu, kemudian Beliau mengusap ubun-ubunnya dan surbannya.” (H.R. Muslim)
Pengusapan ini harus dilakukan pada bagian kepala, meskipun hanya sebagian rambut yang ada pada batas kepala. Rambut kepala yang bagian depan dianggap masih dalam batas kepala jika rambut tersebut diulur ke bawah, maka
tidak melebihi janggut. Rambut kepala bagian kanan dan kiri dianggap masih dalam batas kepala jika rambut tersebut diulur ke bawah, maka tidak melebihi pundak. Sedangkan rambut kepala bagian belakang dianggap masih dalam batas kepala jika rambut tersebut diulur ke bawah, maka tidak melebihi tengkuk. Rambut kepala yang telah melebihi batas-batas yang telah disebutkan tidak mencukupi untuk diusap.
5. Membasuh kedua kaki beserta mata kaki. Hal ini berdasarkan keterangan imam muslim yang meriwayatkan bahwa sahabat Abû Hurairah pernah melakukan wudlu dan membasuh kadua kakinya sampai mata kaki, itu Beliau berkata “Seperti ini-lah aku pernah melihat baginda Nabi  berwudlu.
6. Tartib, berdasarkan Hadîts :
هَذَا وُضُوءٌ لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ الصَّلَاةَ إلاَّ بِهِ أَيْ بِمِثْلِهِ .(رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ )
“Ini adalah wudlu yang mana Allah tidak akan menerima shalat seseorang kecuali setelah melakukan wudlu yang seperti ini (dengan tartib).” (H.R. Al-Bukhâry)
Sunah-sunah Wudlu
Ada banyak hal yang disunahkan dalam wudlu, diantaranya :
1. Membaca basmalah di awal wudlu (pada saat membasuh telapak tangan), berdasarkan Hadîts :
تَوَضَّأُوْا بِسْمِ اللَّهِ .(رواه البيهقي)
“Berwudlulah dengan menyebut nama Allah.” (H.R. Al-Baihaqy)
Apabila di awal wudlu tidak membaca basmalah, maka disunahkan membaca ketika melakukan wudlu, selama wudlu tersebut belum selesai. Hal ini disamakan dengan permasalahan makan. Sabda Rasûlullah  :
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِيْ أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ .(رواه الترمذي وقال حسن صحيح)
"Ketika salah satu dari kalian makan, maka bacalah basmalah. jika ia lupa membacanya pada awalnya, maka bacalah “Bismillâhi awwalahu wa âkhirahu"(dengan nama Allah pada awal dan akhirnya.” (H.R. AT-Turmudzy. Beliau berkata bahwa Hadîts ini termasuk Hadîts Hasan dan shahîh)
Kesunahan membaca basmalah dapat diperoleh dengan hanya membaca ” بِسْمِ اللَّهِ”. Adapun yang paling sempurna ialah dengan membaca ” بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ“. Nabi bersabda  :
كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِالْحَمْدِ لِلَّهِ فَهُوَ أَقْطَعُ .(رواه أبو داود وغيره) مِنْ جُمْلَةِ رِوَايَاتِهِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ .
“Setiap perbuatan baik yang tidak dimulai dengan bacaan hamdalah, maka perbuatan itu sedikit sekali barokahnya.” (H.R. Abû Dâwûd dan lainnya). Dalam riwayatlain disebutkan “Tidak dimulai dengan membaca basmalah.”
2. Berkumur, berdasarkan Hadîts :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ وَصَفَ وُضُوْءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهُ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاًثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا إلَى آخِرِهِ .(متفق عليه)
"Dari Abdullah bin Zaid, sesungguhnya ia telah menceritakan cara berwudlu Baginda Nabi . Beliau mengambil secakup air dengan tangannya, lalu membasuh kedua tangannya dengan tiga kali basuhan, kemudian Beliau mengambil air lagi, dan berkumur serta menghirup air ke hidung dengan menggunakan satu telapak tangan. Hal itu dilakukan sebanyak tiga kali, dan seterusnya." (H.R. Al-Bukhâry dan Muslim)
Kesunahan berkumur bisa didapatkan dengan hanya memasukkan air ke dalam mulut, meskipun berkumur tidak dilakukan dengan keras. Namun yang lebih utama ialah berkumur dengan keras, kemudian memuntahkan kembali air bekas berkumur.
..
3. Menghisap (menyedot) air ke dalam hidung.
Kesunahan ini bisa didapatkan dengan memasukkan air ke dalam hidung, meskipun tidak sampau pangkal hidung. Akan tetapi yang lebih sempurna ialah menghisap air sampai pangakal hidung, kemudian menyemprotkannya kembali keluar. Kesuhan ini berdasarkan Hadîts yang diriwayatkan Abdullah bin Zaid di atas.
4. mengusap kedua telinga, bagian luar dan bagian dalamnya, berdasarkan Hadits :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ يَأْخُذُ ِلأُذُنَيْهِ مَاءً خِلاَفَ الْمَاءِ الَّذِيْ أَخَذَهُ لِرَأْسِهِ وَيَمْسَحُ صِمَاخَيْهِ أَيْضًا بِمَاءٍ جَدِيْدٍ ثَلاَثًا (رواه البيهقي والحاكم وصححاه)
"Dari Abdullah bin Zaid telah berkata : Saya melihat Nabi  berwudlu. Beliau mengusap kedua telinganya dengan menggunakan air selain yang digunakan mengusap kapalanya. Beliau juga mengusap kedua lubang telinganya dengan air yang baru (bukan bekas usapan atau basuhan) sebanyak tiga kali usapan". (H.R. Al-Baihaqi dan al-Hâkim)
Untuk cara yang afdlal yaitu Meletakkan dua jari telunjuk kedalam dua lobang telinga, kemudian meratakan melaului lekok-lekok daun telinga serta
menghusapkan kedua ibu jari diatas bagian luar telinga kemudian mengusapkan kedua telapak tangan yang sudah dibasahi dengan bagian dalam telinga.
5. mendahulukan anggota bagian kanan dan mengakhirkan anggota bagian kiri, sesuai dengan Hadist berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَامُنَ مَا اسْتَطَاعَ فِيْ شَأْنِهِ كُلِّهِ فِيْ طُهُوْرِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَتَنَعُّلِهِ .(رواه الشيخان)
"Dari ‘Âisyah , Beliau berkata : Rasûlullah  gemar mendahulukan anggota yang kanan semampu Beliau, baik dalam hal bersuci, menyisir rambut dan memakai alas kaki.” (H.R. Bukhâry dan Muslim)
6. Melakukan pembasuh dan pengusapan sebanyak tiga kali
إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَوَضَّأَ مَرَّةً مَرَّةً ثُمَّ قَالَ : هَذَا وُضُوْءٌ لاَ يَقْبَلُ اللهُ الصَّلاَةَ إِلاَّ بِهِ ثُمَّ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ قَالَ : مَنْ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ آتَاهُ اللهُ أَجْرَهُ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا فَقَالَ : هَذَا وُضُوْئِيْ وَوُضُوْءُ اْلأَنْبِيَاءِ قَبْلِيْ وَوُضُوْءُ خَلِيْلِيْ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلاَم ُ.(رواه البيهقي)
"Sesungguhnya Rasûlullah  berwudlu dengan basuhan dan usapan satu kali-satu kali, kemudian Beliau bersabda : Ini adalah wudlu yang mana Allah tidak menerima sholat kecuali dengan wudlu seperti ini. Kemudia Beliau berwudlu dengan basuhan dan usapan dua kali-dua kali. Kemudian Beliau bersabda : Barang siapa berwudlu dengan basuhan dan usapan dua kali-dua kali, maka Allah akan memberikan pahala dua kali lipat. Kemudian Beliau berwudlu dengan tiga kali basuhan dan usapan, lantas Beliau bersabda: : Ini adalah wudlu yang aku lakukan dan Nabi-nabi sebelumku, serta wudlunya kekasihku, yaitu nabi Ibrâhîm .” (H.R. Al-Baihaqy)
7. Mengerjakan wudlu secara terus menerus (muwâlâh), sekira anggota yang pertama belum kering sebelum membasuh pada anggota berikutnya. Kesunahan ini berdasarkan Hadits :
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلاً يُصَلِّيْ وَفِيْ ظَهْرِ قَدَمَيْهِ لُمْعَةٌ قَدْرَ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَأَمَرَهُ أَنْ يُعِيْدَ الْوُضُوْءَ وَالصَّلاَةَ .(رواه أبو داود)
"Sesungguhnya Rasûlullah  melihat seorang laki-laki yang sedang melaksanakan shalat sedangkan pada punggung kakinya ada sedikit bagian kira-kira sebesar satu dirham yang belum terbasah air, lantas Beliau-pun memerintahnya untuk mengulangi wudlu dan shalatnya." (H.R. Abû Dâwûd)
Namun bagi seseorang yang selalu berhadats, seperti wanita mustahâdlah wajib melakukan wudlu secara terus-menerus.


PUSTAKA
Ahmad bin Ahmad bin Salâmah al-Qulyuby, Hâsyiyah al-Qulyuby, (Lebanon : Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, 2006. M), cet. IV, vol. I, hlm. 66.
Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syâthiry, Syarh, al-Yâqût an-Nafîs, (Lebanon : Dâr al-Minhâj, 1427 H./2007 M.), cet. II, hlm. 66
Al-Bâjûry, Hâsyiyah al-Bâjûry, vol. I, hlm. 46-53.
Muhammad al-Hasany, Kifâyah al-Akhyâr, vol. I, hlm. 21
Muhammad Nawawy bin ‘Umar, Qût al-Habîb al-Gharîb, (Lebanon : Dâr al-Fikr, 1996 M.), cet. I, hlm. 20.
Muhammad al-Hasany, Kifâyah al-Akhyâr, vol. I, hlm. 22-27.
Muhammad al-Hasany, Kifâyah al-Akhyâr, vol. I, hlm. 32-36.
Muhammad asy-Syirbîny al-Khatîb, al-Iqnâ' bi hâmisy al-Bujairamy, (Lebanon : Dâr al-Fikr, 1415 H./1995 M.), vol.. I, hlm. 208.

Posting Komentar untuk " Pengertian Wudlu"